Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Soekarno , Presiden pertama Republik Indonesia, yang lebih dikenal dengan nama Bung Karno, dan seabrek julukan lain yang disematkan kepadanya. Ia bukan hanya pemilik puluhan lencana, bintang maha putra di dadanya, tetapi juga banyak julukan, antara lain pemimpin besar revolusi, sang proklamator, pencinta wanita dan seni, guru besar bangsa, pemimpin bangsa-bangsa tertindas Asia Afrika, Presiden Pertama RI, tokoh kharismatik, tokoh kontroversial, tokoh nasionalis sekuler, tokoh yang dicintai banyak wanita, sang pemimpi, nasionalis sejati, dan lain-lain.
Ia adalah pemilik gelar Doktor Honoris Causa terbanyak di Indonesia, dengan 26 gelar Doktor Honoris Causa, 19 dari luar negeri dan 7 dari dalam negeri. Ia adalah pemimpin sepanjang masa, yang dihujat sekaligus dibenci oleh lawan politiknya, tetapi dirindukan, dikagumi oleh rakyatnya.
Ia adalah proklamator kemerdekaan Indonesia, setelah negeri ini dijajah oleh Belanda selama 350 tahun dan oleh Jepang selama 3,6 tahun.
Setelah 43 tahun meninggalnya, dan setelah beberapa kali pergantian rezim sesudahnya, masyarakat negeri ini tetap merindukan buah pemikiran cerdasnya, seperti, Pancasila, Trisakti, dan Marhaenisme. Pancasila sebagai dasar negara merupakan inti sari dari sifat dasar budaya bangsa Indonesia yang berakar dari Sabang hingga Merauke. Ia beserta dengan tokoh pergerakan lain di zamannya melahirkan lima sila Pancasila, yang menjadi dasar dan ideologi negara, sekaligus menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia.
Soekarno sendiri pada masa selanjutnya mengukuhkan pandangan bahwa Pancasila adalah kepribadian dan jatidiri bangsa yang orisinil digali dari bumi Indonesia, pandangan tersebut diikuti oleh sejumlah tokoh, seperti Muhammad Yamin yang sangat getol mengkampanyekan pentingnya Pancasila sebagai dasar rohani atau weltanschauung bangsa (As’Ad Said Ali, 2009). Ia beserta founding father di eranya meletakkan Pancasila sebagai dasar negara.
Soekarno pulalah yang menggaungkan kata-kata ketuhanan, kebersamaan, keadilan sosial, kesetiakawanan, dan gotong royong. Bahkan Soekarno berani menarik kesimpulan bahwa inti dari seluruh gagasan Pancasila adalah gotong royong, Soekarno menafsirkan gotong royong sebagai kerja sama antarkelas sosial atau golongan primordial dalam sebuah masyarakat (As’Ad Said Ali, 2009).
Sejalan dengan itu, Iwan Gardono Sujatmiko (2011) menegaskan bahwa menjelang kemerdekaan Soekarno melihat perlunnya gotong royong dan kesepakatan bersama agar masyarakat Indonesia tetap bersatu setelah berakhirnya Hindia Belanda. Soekarno perlu dasar negara baru dan ia melihat pentingnya kebinekaan struktur masyarakat dari aspek spasial, vertikal, dan horizontal.
Soekarno pulalah yang menggaungkan kata-kata ketuhanan, kebersamaan, keadilan sosial, kesetiakawanan, dan gotong royong. Bahkan Soekarno berani menarik kesimpulan bahwa inti dari seluruh gagasan Pancasila adalah gotong royong, Soekarno menafsirkan gotong royong sebagai kerja sama antarkelas sosial atau golongan primordial dalam sebuah masyarakat (As’Ad Said Ali, 2009).
Sejalan dengan itu, Iwan Gardono Sujatmiko (2011) menegaskan bahwa menjelang kemerdekaan Soekarno melihat perlunnya gotong royong dan kesepakatan bersama agar masyarakat Indonesia tetap bersatu setelah berakhirnya Hindia Belanda. Soekarno perlu dasar negara baru dan ia melihat pentingnya kebinekaan struktur masyarakat dari aspek spasial, vertikal, dan horizontal.
Sujatmiko kemudian menambahkan bahwa Soekarno mengatasi perbedaan spasial dengan sila Kebangsaan dan menyatakan bahwa penduduk di Indonesia adalah suatu kesatuan. Ia juga membahas aspek vertikal masyarakat dengan sila Demokrasi – Mufakat (semua buat semua) dan Kesejahteraan (tidak ada kemiskinan).
Trisakti adalah satu konsep pemikiran radikal Bung Karno karena dengan pemikiran tersebut jiwa dan semangat kebangsaan nasionalis Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya adalah inti dari ajaran Bung Karno yang disebut Trisakti. Pada masa pemerintahannya, konsep pemikiran Trisakti ini dijadikan prinsip oleh Bung Karno untuk membangun bangsa dan negara Indonesia ketika itu.
Di tengah desakan penyeragaman politik, ekonomi dan budaya, keteguhan sikap pemimpin dan rakyat Indonesia untuk kembali kepada ajaran Trisakti merupakan sebuah keharusan untuk menyejahterakan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut menjaga ketertiban dunia seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Prof. Dr. Soenarko, 2007).
Soenarko menambahkan bahwa berdaulat dalam politik adalah segala pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada mandat rakyat. Kedaulatan politik dibangun dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dan bukan diatur oleh pihak luar atau negara asing.
Berdikari dalam bidang ekonomi adalah pengaturan perikehidupan ekonomi harus didasarkan pada tujuan akhir menjyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan berkepribadian di bidang budaya adalah wujud perilaku asah, asih, asuh, dan tepo sliro yang berarti sikap saling membantu, saling memperhatikan, melakukan dengan senang hati dan tidak semena-mena.
Marhaenisme sebagai salah satu buah pemikiran Soekarno yang menggambarkan seorang petani papa di salah satu desa di Bandung Selatan, ketika itu Soekarno bertemu dengan petani penggarap bernama Marhaen, lalu terjalinlah percakapan singkat, menyangkut apa pekerjaan si petani tersebut, siapa pemilik cangkul yang dipegangnya, dan sawah milik siapa yang digarapnya.
Singkat cerita, Soekarno kemudian berpendapat bahwa si Marhaen miskin dan tertindas tidaklah dapat dikategorikan sebagai proletar, karena masih memiliki alat produksi yaitu cangkul. Dalam benaknya, perlu ada kekuatan bersama, yakni kekuatan dari yang kaya dan miskin. Yang kaya menyiapkan tempat untuk bekerja dan yang miskin menggunakan tenaganya untuk memperoleh nafkah demi memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, sehingga terjalinlah simbiosis mutualisme (saling ketergantungan/saling melengkapi). Intinya adalah perlu saling membantu.
Dari pemikiran Marhaenisme inilah kemudian memunculkan inti sari pemikiran Soekarno, yaitu: perlunya persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa untuk membangun Indonesia dari berbagai keterpurukan dan kemiskinan ketika itu, prinsip berdikari dalam mengelola kekayaan sumber daya alam (SDA) yang berarti tidak tergantung pada kekuatan asing (terutama imperialism di bidang ekonomi, politik, dan budaya), dan pentingnya membangunn bangsa yang berkarakter guna menanamkan kepercayaan diri sebagai bangsa dan warga negara Indonesia yang bermartabat dan hidup dengan setara dan berdampingan dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Hal ini dibuktikan oleh Soekarno ketika diberikan kesempatan untuk menyampaikan pokok-pokok pemikirannya di depan dewan keamanan PBB. Ia tidak sungkan dan memiliki jiwa besar untuk menyampaikan isi hatinya sebagai pemimpin bangsa yang tertindas. Dunia tercengang mendengar pidato Soekarno yang beretorika tinggi dan prinsipnya menolak kehadiran para imperialis barat di negara sedang berkembang.
Soekarno adalah pemimpin besar, yang mampu mensejajarkan bangsa dan rakyat Indonesia di eranya dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Ketika itu, Indonesia menjadi tempat berlangsungnya sejumlah peristiwa penting berskala internasional, seperti Konferensi Asia Afrikia pada tanggal 18 – 24 April 1955 di Bandung. Indonesia juga disegani dan menjadi sumber inspirasi oleh bangsa-bangsa terjajah lainnya di Asia dan Afrika.
Soekarno adalah pemimpin bangsa yang memandang pemimpin bangsa negara lainnya, sejajar dengannya, ia berprinsip berdiri sama tinggi, duduk sama rendah.
Ia tidak pernah mau dikecilkan oleh pemimpin bangsa lain, Presiden Amerika Serikat sekalipun, ia disegani oleh banyak tokoh dunia, Presiden Kuba, Fidel Castro, Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, dan sejumlah tokoh di Asia dan Afrika.
Di masa Soekarno, ada sejumlah pembangunan yang hingga kini masih menjadi mercusuar ibu kota, seperti Stadion Gelora Bung Karno yang dulunya dikenal dengan Istora Senayan, Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Monumen Nasional yang lebih dikenal dengan Monas, Mesjid Istiqlal, dan lain-lain.
Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".
Sumber:
Artikel:
http://www.fajar.co.id/read-20120629003207-bung-karno-yang-dihujat-yang-dikagumi
Foto dari berbagai sumber.
0 komentar:
Posting Komentar